Pesan Suci Bagi yang Berhaji


Pendahuluan
Begitu banyak ritual ibadah di dalam Islam, di antaranya ada empat yang termasuk dalam rukun Islam. Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji adalah empat bangunan ibadah pokok bagi setiap muslim, bagaimana tidak karena semua ini dianggap bangunan dasar keimanan seorang muslim. Di antara empat ibadah tersebut haji dirasa sebagai inti penyempurnaan agama, seorang muslim yang usai berhaji pada umumnya akan memperoleh ketinggian derajat dalam lingkungan masyarakat sekitar, mengapa bisa demikian?
Sebagian besar muslimin saat ini begitu terpaku hanya pada aspek lahiriyah ibadah tanpa menghiraukan pesan utama yang terkandung di dalamnya. Banyak riwayat yang menggambarkan kesia-siaan, ketiadaan, serta nihilnya suatu ibadah yang telah dilaksanakan para sahabat di masa silam. Tentu saja berbagai pesan riwayat tersebut, kita tidak menginginkannya terulang pada kehidupan kita. Maka dalam kesempatan kali ini saya hendak menyampaikan pesan-pesan suci haji oleh cucu Rasulullah SAW yang bernama Ali Zainal Abidin kepada muridnya Al Syibli. Mudah-mudahan pesan yang disampaikan di sini dapat bermanfaat serta diamalkan sebaik-baiknya.

Pesan-pesan dalam Rukun ibadah Haji
1. Rentetan ibadah haji dimulai dari sebelum sampainya kita pada Miqat (batas dimulainya ritus-ritus ibadah haji bagi setiap muslim dari daerah masing-masing). Ritual ibadah haji diawali dengan

menanggalkan pakaian berjahit, di sini merupakan niat suci kita yang pertama untuk meraih Restu-Nya. Dengan melepaskan pakaian berjahit sebelum Miqat kita diisyaratkan berniat dengannya kita melepaskan segala pakaian maksiat, yakni segala sifat riya’ (pamer), nifaq (kemunafikan), kegemaran kita akan hal-hal yang mendekati syubhat (dekat dengan maksiat).
2. Sebelum memasuki Miqat, diisyaratkan bagi kita untuk mandi. Pesan yang terkandung dalam mandi ini adalah; dengan air tersebut kita berniat mensucikan diri dari segala kemaksiatan yang telah diperbuat, serta menggantinya dengan cahaya taubat dengan hal ini kita tidak memikirkan apa-apa kecuali Kerelaan-Nya.
3. Setelah mandi kita melanjutkan rukun haji dengan mengenakan pakaian Ihram. Pesan yang tersimpan dalam ritual ini yakni; dengan pakaian tersebut kita telah mengharamkan bagi diri, segala hal yang Allah SWT haramkan bagi kita.
4. Setelah mengenakan Ihram, kita sudah mulai masuk dalam rukun ibadah haji. Niat yang kita ajukan dalam diri adalah; dengan memasuki rukun haji kita berlepas diri dari segala hal yang mengikat selain Allah SWT.
5. Sesampainya kita di Miqat, kita mulai mengucapkan kalimat Talbiah. Dengan ucapan tersebut kita niatkan dalam diri untuk bertemu dengan Allah SWT untuk meraih keridhoan-Nya.
6. Shalat Ihram 2 rakaat. Melalui shalat ini kita niatkan bertaqarrub pada Allah SWT, sebagai lambang dari perbuatan yang paling utama (shalat).
7. Mulai memasuki kota Makkah. Ketika memasuki Makkah, kita niatkan pada diri untuk menghilangkan segala tujuan dan tidak lain memasukinya kecuali karena Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan.
8. Ketika memasuki Masjid Al Haram, memandang Ka’bah, dan shalat 2 rakaat di dalamnya. Dengannya kita berniat mengharamkan dalam diri sendiri segala bentuk pergunjingan atas seluruh kaum muslimin lainnya.
9. Seusai itu kita mulai bertawaf dengan semua rukun-rukunnya. Dengan perbuatan ini kita berniat untuk berlari menuju keridhoan Allah SWT yang tersembunyi.
10. Berjabat tangan dan mencium Hajar Aswad. Perumpamaan dari perbuatan ini adalah kita seolah berjabat tangan dengan Allah SWT, sebagai bentuk aktualisasi potensi manusia yang agung, yang selama ini telah kita lupakan dengan melakukan dosa dan gemar pada yang haram.
11. Berdiri di Maqam Ibrahim. Makna perbuatan ini adalah; dengannya kita niat mengukuhkan diri untuk tetap berdiri di atas jalan ketaatan kepada Allah SWT serta membuang jauh-jauh segala kemaksiatan dari diri.
12. Shalat 2 rakaat di Maqam Ibrahim. Perbuatan ini lambang niat kita untuk mengikuti jejak Nabi Ibrahim serta menentang segala bisikan setan pada saat yang sama.
13. Memandang dan meminum air dari telaga Zam-zam. Dengannya kita berniat menunjukkan kepatuhan diri hanya kepada-Nya, mengisi diri dengan segala kepatuhan, dan membuang semua kemaksiatan dari dalam diri.
14. Sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah. Berlari diantara kedua bukit ini mengandung makna, bahwa kita bersamanya sedang berlari-lari dengan harapan di antara rahmat serta ketakutan akan azab-azab dari-Nya.
15. Pergi ke Mina. Dengannya kita niat bersungguh-sungguh agar setiap orang merasa aman dari gangguan tangan, lidah, dan hati kita.
16. Berwuquf di Arafah. Dengan perbuatan ini kita niatkan untuk merenungi segala Ma’rifat (pengenalan) akan kebesaran-Nya dan mendalami hakikat ilmu yang akan menghantar kita kepada-Nya, karena hanya Allah SWT yang maha tahu segala perbuatan, perasaan, serta kata hati kita.
17. Mendaki Jabal Rahmah. Dengan ini kita niatkan untuk mengharap rahmat dan bimbingan Allah SWT bagi segenap kaum muslimin.
18. Mengunjungi Wadi Namirah. Dengannya kita bertetap hati untuk tidak mengamarkan yang Ma’ruf serta melarang kemungkaran, kecuali kita dahului perbuatan itu dari diri kita sendiri yang telah mengamalkannya.
19. Mengajukan do’a-do’a kita pada-Nya di bukit-bukit Al Sakharaat. Dengannya kita niat menjadikan bukit-bukit tersebut sebagai saksi atas seluruh kepatuhan kita pada Allah SWT yang dicatat dan disaksikan oleh para malaikat.
20. Bershalat 2 rakaat sebelum melewati bukit Al Alamain. Dengan perbuatan ini kita niatkan sebagai shalat syukur pada malam 10 Dzulhijjah, dengan harapan agar tersingkirnya segala kesulitan untuk digantikan dengan kemudahan.
21. Melewati bukit Al Alamain tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Dengannya kita berniat untuk menetapkan Islam di dalam diri sebagai agama yang Haqq.
22. Memungut batu-batu di Muzdalifah. Dengannya kita berniat membuang jauh-jauh dari diri segala bentuk maksiat dan ke-Jahilan atas Allah SWT, untuk menetapkan diri dengan mengejar ilmu dan amal perbuatan yang diridhoi Allah SWT.
23. Melewati Masy’arul Haram. Dengannya kita niat mengisyaratkan dalam diri untuk bersyi’ar seperti halnya orang-orang bertaqwa dan hanya takut pada Allah Azza wa Jalla semata.
24. Sampai di Mina. Dengannya kita bertetap hati bahwa Allah SWT telah memenuhi seluruh hajat kita.
25. Melempar Jumrah. Dengannya kita niat untuk melempar iblis sang musuh bebuyutan sebagai lambang sempurnanya haji kita yang mulia.
26. Mencukur rambut. Dengan ini kita berniat mencukur seluruh kenistaan dari diri sebagai lambang sucinya diri kita seperti bayi yang baru lahir.
27. Shalat di Masjid Al Khaif. Kita berniat dengan perbuatan ini untuk tidak akan pernah takut (Khauf) kecuali kepada-Nya serta dosa-dosa kita.
28. Menyembelih hewan kurban. Dengannya kita berniat memotong urat ketamakan yang ada dalam diri kita sebagai lambang mengikuti jejak Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anaknya demi Allah SWT semata.
29. Kembali ke Makkah dan bertawaf Ifadhah. Di sini kita menutup haji kita, dan dengannya kita niat berifadhah pada pusat rahmat Allah SWT, kembali patuh kepada-Nya, berpegang teguh pada kecintaan-Nya, menunaikan segala perintah-Nya, dan senantiasa bertaqarrub pada-Nya sepanjang hidup kita.

Penutup
Demikianlah makna ibadah haji yang telah disampaikan cucu Rasul SAW. Beliau menutup penjelasannya tersebut dengan “Tanpa kita berniat demikian, sama saja kita tidak berhaji.” Hati dari setiap perbuatan yang kita lakukan bukan dilihat dari praktiknya, melainkan ada dalam pesan dan niat yang kita yakini. Tanpa niat yang disebutkan di atas kita hanya akan memperoleh lelah dan kerugian yang begitu besar dari tanah suci. Hidup ini hanya sekali, maka janganlah kita sia-siakan kesempatan ini hanya dengan kesibukan-kesibukan lahiriah, jadikanlah praktik ibadah yang kita lakukan ini sebagai pendukung dari niat yang kita yakini.

REFERENSI
Al Baqir, Muhammad. Ulama, Sufi dan Pemimpin Umat; Hidup dan Pikiran Ali Zainal Abidin, Cucu Rasulullah. Mizan. Bandung. 1993.

0 komentar: