Wahdat Al Wujud vs Panteisme


Pendahuluan
Begitu luasnya cakupan keilmuan dunia Islam, sehingga menghasilkan berbagai disiplin ilmu di dalamnya. Irfan adalah salah satu bukti keluasan ilmu tersebut, di dalamnya termaktub berbagai penjelasan mengenai Tuhan. Disiplin ilmu ini memiliki satu tujuan yakni memberikan gambaran hakiki mengenai keberadaan serta wujud Tuhan dalam alam semesta ini. Dewasa ini Irfan dan Tasawuf mendapat begitu besar perhatian masyarakat mengingat hausnya kondisi spiritual masyarakat sekitar kita akan ke-Tuhanan.
Dalam kesempatan kali ini akan dibahas salah satu poin pembahasan yang ada dalam Irfan yakni Wahdah al-Wujud, yakni sebuah pembahasan mengenai hakikat keberadaan Wujud yang sesungguhnya. Namun tidak dirasa cukup dengan satu konsep tersebut saja, muncul satu gagasan lain mengenai Wujud Hakiki ini, Panteisme merupakan salah satu gagasan lain mengenai Wujud tersebut. Namun samakah Wujud hakiki yang dibicarakan ke-duanya? Atas dasar itulah materi ini dibuat, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

Seputar Wahdat Al Wujud
Wahdah al-Wujud adalah suatu ajaran dalam Irfan yang mengajarkan bahwa, hanya ada satu wujud namun penampakannya berbeda-beda. Sebagian besar pemikir irfan teoritis menyatakan bahwa gagasan wahdah al-wujud dicetuskan oleh Ibn al-‘Arabi. Merujuk pada karya-karya yang pernah ditulis Ibn al-‘Arabi sendiri, ia tidak pernah

menuliskan atau menyebut kalimat “Wahdah al-Wujud”. Namun jika kita merujuk kepada gagasan para Arif sebelum Ibn al-‘Arabi, ternyata kita dapati adanya konsep ajaran yang serupa sudah ada dalam karya-karya pendahulunya (Ma’ruf al-Karkhi, Abu al Abbas Qassab, ‘Abdallah Ansari). Walaupun demikian, sebagian besar para peneliti pemikiran sufi berpendapat bahwa Sadr al-Din al-Qunawi adalah orang pertama yang menggunakan istilah ini sebagaimana yang tertulis dalam karyanya:
Meskipun tiada sesuatu kecuali Satu Wujud, Ia menampakkan diri-Nya sebagai yang berbeda-beda, banyak, dan beraneka karena perbedaan realitas-realitas dari wahdah-wahdah. Meskipun demikian, dalam diri-Nya sendiri dan dari segi keterlepasan-Nya dari tempat penampakan, wujud tidak beraneka dan tidak banyak.
Pernyataan ini memiliki kesamaan dengan gagasan yang diajarkan oleh Ibn al-Arabi kepada murid-muridnya. Pendapat ini menitik-beratkan wujud itu sendiri merupakan satu kesatuan yang hakiki, dan tiada wujud (yang ada) melainkan Dia (Tuhan). Namun walaupun wujud tersebut hanya ada dalam ke-tunggalan, wujud ini pula menurunkan (menampakkan) dalam berbagai bentuk yang berbeda pula. Ibn al-‘Arabi menjelaskan pada murid-muridnya mengenai konsep Tanzih (ketiada-bandingan atau ketunggalan) dan Tasybih (kesamaan). Ke-dua konsep inilah yang menjadikan Ibn al-‘Arabi memperoleh sebutan sebagai pencetus gagasan wahdah al-wujud. Dia menjelaskan bahwa segala keberadaan (wujud) yang ada di alam ini hanyalah satu keberadaan yakni Tuhan. Pada saat yang bersamaan pula Ia (Tuhan) memancarkan keberadaan-Nya pada makhluk-makhluk-Nya.
Penjelasan yang dapat mewakili penjelasan gagasan ini dapat kita pahami melalui konsep matahari dan cahayanya. Jika kita ibaratkan Tuhan sebagai matahari, sinar adalah makhluk maka keberadaan ke-duanya sangat erat terkait. Matahari yang menjadi kausa-prima akan keberadaan sinarnya, memancarkan sinarnya ke sekitar. Pada saat yang sama pula kita katakan sinar matahari merupakan satu kesatuan dengan matahari, karena sinar matahari tidak akan muncul tanpa adanya matahari, demikian pula matahari tidak akan dikatakan sebagai matahari ketika dia tidak memiliki sinar yang akan dipancarkannya. Tetapi juga perlu disadari bahwa intensitas sinar tersebut akan berbeda-beda, semakin jauh sinar dari matahari akan semakin rendah pula sinarnya(beragam). Dari sinilah dapat kita katakan bahwa, wujud sesungguhnya hanyalah satu yang menampakkan dirinya dalam keberagaman.

Seputar Panteisme
Penggunaan istilah Panteisme diyakini pertama kali dicetuskan oleh John Toland. Mengenai definisi Panteisme sendiri, Robert Flint berpendapat bahwa:
Panteisme adalah teori yang memandang segala sesuatu yang terbatas sebagai aspek, modifikasi, atau bagian belaka dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya; yang memandang semua benda material dan semua pikiran partikular sebagai yang mesti berasal dari suatu substansi tak terhingga yang tunggal. Substansi absolut yang esa itu ‒ wujud maha meliputi yang esa ‒ disebutnya Tuhan. Jadi, Tuhan, menurutnya, adalah semua yang ada; dan tidak sesuatu pun yang tidak tercakup secara esensial dalam, atau yang tidak mesti berkembang keluar dari, Tuhan.
Terlepas dari berbagai sudut pandang yang ada dalam panteisme sendiri mengenai wujud substansi di atas, namun ada satu hal yang diyakini oleh semua sekte dalam panteisme. Semua sekte tersebut meyakini bahwa substansi di sini adalah satu. Hanya saja dalam salah satu sekte tersebut ada yang meyakini substansi ini tidak hanya terbatas oleh yang non-materi, artinya pandangan ini dapat pula diasumsikan bahwa Ateisme juga dapat disebut sebagai panteisme. Sekte yang menyatakan demikian biasa disebut Monisme Materialistik, selain itu juga masih ada sekte-sekte lain di antaranya; Monisme, Monisme Panteistik, dll.
Terlepas dari perbedaan yang ada dalam panteisme, ada satu poin penting yang harus kita pelajari dalam definisi di atas khususnya pada kalimat pertama. Di dalam kalimat tersebut secara jelas, menyatakan adanya pandangan menyikapi sesuatu yang terbatas hanya sebagai suatu aspek yang berbeda dan modifikasi dari suatu yang kekal yang ada tanpa memerlukan suatu sebab. Ungkapan ini mengandung suatu konsekuensi yang fatal, dan dapat menghasilkan pemaknaan yang negatif jika dikatakan bahwa gagasan ini diambil dari konsep wahdah al-wujud. Dalam gagasan panteisme dikatakan bahwa realitas yang terbatas hanyalah suatu bagian dari suatu yang kekal, jika kita terima gagasan ini maka akan muncul berbagai pertanyaan di antaranya; Apakah wujud yang maha kekal dapat terbagi? Dapatkah sesuatu yang tidak sempurna (terbagi) dikatakan Tuhan (kausa prima)? Dan jika sesuatu yang terbatas hanyalah bagian, maka manakah di antara keduanya yang akn menjadi Makhluk dan Khalik?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tidak langsung telah meruntuhkan adanya gagasan panteisme. Sebagaimana yang telah kita pahami dari konsep wahdah al-wujud, bahwa segala sesuatu selain Tuhan wujud keberadaannya hanya berasal dari Tuhan dan Tuhan-lah yang memiliki wujud mereka. Wujud yang mereka peroleh hanyalah wujud yang dipancarkan oleh Tuhan pada mereka. Pendapat ini berbeda dengan yang yang diutarakan panteisme yang menyatakan wujud yang terbatas hanyalah bagian dari wujud yang kekal, pendapat ini berakhir pada konsekuensi tiadanya perbedaan antara wujud yang terbatas dengan yang maha kekal. Namun satu kesamaan yang ada pada ke-dua gagasan tersebut yakni ke-duanya sama-sama meyakini bahwa segala wujud yang ada di alam semesta ini merupakan satu kesatuan, artinya hanya ada satu wujud di alam.

REFERENSI
Noer, Dr. Kautsar Azhari. IBN AL-‘ARABI Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan. Paramadina. Jakarta. 1995.

0 komentar: