Hak asasi Manusia Berbanding Islam


PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Sisi kesempurnaan manusia itu sendiri, sudah melekat pada diri mereka sejak mereka dilahirkan. Salah satu hal lainnya yang juga sudah secara alamiah melekat pada diri manusia adalah hak asasi yang mereka miliki sebagai manusia, yang pada kenyataannya memang dianugerahkan oleh Tuhan. Hak asasi manusia, hak- hak kodrat, hak-hak dasar manusia. natural rights, human rights, fundamental rights, atau apapun istilah penyebutannya, merupakan sesuatu yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap individu manusia.
Meskipun Hak Asasi Manusia itu sendiri sudah ada dan akan selalu ada bersama adanya manusia, namun, pada umumnya, pembahasan mengenai hak asasi manusia itu sendiri baru merebak pada sekitar abad ke 17, setidaknya di wilayah dunia Barat. Karena, dalam Islam, konsepsi mengenai hak asasi manusia telah lebih dahulu dikenal, paling tidak sejak adanya piagam madinah setelah hijrahnya Rasul, yaitu sekitar abad ke-7 M.
Berkaitan dengan perjalanan mengenai hak asasi manusia tersebut, pada kesempatan kali ini, kami akan sedikit mengetengahkan pembahasan mengenai sejarah lahir dan berkembangnya hak asasi manusia. Selain itu, kami juga akan mencoba untuk mengaitkan isu mengenai hak asasi manusia tersebut dengan pandangan Islam, atau respon Islam terhadapnya.
Makalah ini terdiri dari beberapa bagian yang tersusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: Bagian pertama, sebelum merujuk pada pembahasan yang lebih lanjut, mengetengahkan mengenai definisi dari hak asasi manusia itu sendiri. Bagian kedua, membicarakan mengenai sejarah lahir dan berkembangnya hak asasi mansuia. Bagian ketiga, mendiskusikan mengenai pandangan Islam terhadap hak asasi manusia, atau juga respon terhadapnya. Dan, bagian terakhir, adalah kesimpulan, yang mencoba untuk memberikan sedikit gambaran umum mengenai pembahasan-pembahasan sebelumnya.
HAK ASASI MANUSIA
Pada dasarnya, terdapat banyak definisi mengenai hak asasi manusia, namun, secara umumnya, hak asasi manusia didefinisikan sebagai sesuatu yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.
Di dunia Barat, Hak Asasi Manusia dikenal dengan istilah “Right of Man”, sebagai ganti dari “Natural Right”. Namun, oleh Franklin Delano Roosevelt, istilah tersebut kemudian diganti dengan istilah “Human Right” yang ia anggap lebih bermakna universal.
Untuk lebih memantapkan pemahaman tentang hak asasi manusia tersebut, di sini, kami mengutip dua definisi lain mengenai hak asasi manuisa. Yang pertama yaitu menurut Jan Materson, Dari Comite Hak Asasi Manusia PBB dalam Teaching Human Right, United Nation. Ia memandang bahwa Hak Asasi Manusia adalah Hak-hak asli yang dimiliki manusia, yang tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai mana mestinya.
Sedangkan, pengertian hak asasi manusia berdasarkan ketentuan Pasal 1, ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Namun demikian, betapapun ada banyak penafsiran mengenai arti dari hak asasi manusia itu sendiri, bagaimanapun juga, kesemuanya itu memiliki poin yang sama, yaitu bahwa hak asasi manusia adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap individu manusia secara alamiah, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
SEJARAH LAHIRNYA HAK ASASI MANUSIA
Sejalan dengan definisi dari Hak Asasi Manusia itu sendiri, yaitu sebagai suatu karunia yang diberikan Tuhan secara kodrati dan telah melekat pada manusia sejak mereka diciptakan, dengan demikian, hak asasi manusia tersebut akan selalu ada selama manusia pun ada. Bisa dikatakan bahwa keberadaan HAM tidaklah terlepas dari adanya pengakuan terhadap hukum alam (Natural Law), yang pada dasarnya menjadi cikal bakal dari kelahiran HAM tersebut.
Munculnya konsepsi mengenai hak asasi manusia, tidaklah terlepas dari pemikiran yang dikemukakan oleh Jhon Locke (1714-1632) dan Jean Jaques Rousseau (1778-1712) berkaitan “Natural Right”. Pemikiran kedua tokoh ini, kemudian mengarahkan pada munculnya Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia Barat pada permulaan abad ke 17 dan 18. Namun demikian, hak asasi manusia pada masa itu masih terbatas pada wilayah Politik, yang meliputi Hak Persamaan, Kebebasan, Hak Untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan, dan lain sebagainya.
Pada umumnya, para pakar di Eropa berpendapat bahwasanya kelahiran HAM di kawasan Eropa adalah dimulai dengan lahirnya Magna Charta. Piagam Inggris yang muncul pada tahun 1215 ini membatasi kekuasaan Monarki Inggris dari kekuasaan absolut. Perjanjian tersebut mengharuskan raja untuk membatalkan beberapa hak dan menghargai beberapa prosedur legal, dan untuk menerima bahwa keinginan raja dapat dibatasi oleh hukum.
Lahirnya Magna Charta ini, kemudian diikuti oleh lahirnya Bill Of Right di Inggris pada tahun 1689. Ketika itu, pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah sama di hadapan hukum mulai merebak, yang kemudian menjadi dasar munculnya demokrasi. Selanjutnya, perkembangan HAM juga ditunjukkan dengan munculnya The American Declaration Of Indepedence, yang menegaskan bahwa manusia adalah merdeka, bahkan sejak mereka masih berada dalam kandungan. Deklarasi ini muncul ketika sedang terjadinya Revolusi Amerika pada tahun 1776.
Pada tahun 1789, lahirlah The French Decleration, yang berisikan mengenai prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan, sekalipun kepada orang yang telah dinyatakan bersalah. Lebih jauhnya, prinsip tersebut dipertegas lagi oleh munculnya The Four Freedoms oleh presiden Roosevelt pada tahun 1941. Kemudian, pada tahun 1944, diadakanlah konferensi buruh internasional di Philadelphia yang kemudian menghasilkan Deklarasi Philadelphia. Diantara isi dari deklarasi tersebut adalah mengenai kebutuhan penting untuk menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan, atau jenis kelaminnya.
Dengan munculnya rumusan-rumusan mengenai HAM tersebut, kemudian, pada puncaknya, mendorong disahkannya The Universal Declaration Of Human Right oleh PBB pada tahun 1948.
Namun demikian, menurut al-Maududi, Magna Charta baru saja dikonsepkan setelah enam abad penyebaran Islam. Sedangkan, menurutnya, Islam jauh lebih dulu mengenal konsepsi hak asasi manusia tersebut.
Dalam sejarah Islam, sejarah kemunculan HAM sudah bisa mulai dilacak setelah terbentuknya pemerintahan Islami di Madinah. Yaitu ketika masa hijrah Nabi Menuju Madinah, dan dengan bertambah majemuknya kabilah dan para penganut kepercayaan, maka, untuk membentuk suatu masyarakat yang aman dan damai, Nabi membuat suatu kesepakatan yang disebut dengan Piagam Madinah. Saat itu, Rasulullah langsung memulai proses penyusunan undang-undang dan peraturan dengan dasar nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam.
Salah satu isi dari perjanjian itu adalah menyangkut masalah persamaan dalam hak dan kewajiban diantara para kabilah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, di dalamnya juga dijelaskan bahwa Islam mengakui hak hidup bagi seluruh umat manusia. Di mata Islam, semua manusia adalah sama. Dan, piagam madinah ini dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian awal berkaitan dengan pengakuan hak asasi manusia.
Dari sedikit pemaparan yang telah disampaikan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa setidaknya, terdapat lima rentetan kejadian, yang sekiranya dapat dikatakan sebagai masa perkembangan Hak Asasi Manusia di dunia Barat, yaitu:
1. Dimulai dengan munculnya perjanjian yang dikenal dengan Magna Charta pada tahun 1215 di Prancis, yang berisikan tuntutan atas raja Jhon agar tidak melanggar hak-hak kepemilikan dan kebebasan setiap individu.
2. Perkembangan kedua Hak Asasi Manusia ditandai dengan munculnya Bill of Right pada tahun 1689 di Inggris, yang kemudian memunculkan pandangan tentang Persamaan Hak di hadapan hukum (Equality before the law).
3. Kemudian, dilanjutkan dengan adanya Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat (The American Declaration of Independence) pada tahun 1776, yang diantara poin-poinnya adalah Persamaan, bahwa setiap manusia dimuka bumi ini terlahir dalam keadaan sama, bebas, dan mempunyai hak atas hidup dan memperoleh penghidupan yang layak dan berhak atas kebahagiannya.
4. Setelah itu, di Prancis, muncullah Declaration des Droits de l’Homme et du Citoyen atau Declaration of the Rights of Man and of the Citizen pada tahun 1789. Deklarasi ini lahir pada awal kemunculan Revolusi Prancis, dengan tiga hak dasar manusia, yaitu Liberte, Egalite, Fraternite.
5. Puncak dari perkembangan Hak Asasi Manusia adalah sejalan dengan disahkannya Universal Declaration of Human Right oleh PBB pada tahun 1948.
Pada awal kemunculannya, fokus utama dari HAM adalah terbatas hanya dalam wilayah Hukum dan Politik saja. Namun, pada perkembangannya, fokusnya pun turut berkembang merambah ke wilayah Sosial, Ekonomi, Politik, Pendidikan, dan lain-lain. Pada abad 17, hak-hak asasi manusia bersumber dari hak-hak kodrat yang mengalir dari hukum kodrat. Abad 18, hak-hak kodrat dirasionalkan dalam kontrak sosial. Abad 19 hak asasi manusia memperoleh dukungan dengan munculnya paham sosialisme. Dan pada abad 20, konversi hak-hak asasi manusia yang sifatnya kodrat menjadi hak-hak hukum.
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA
Ajaran Islam menempatkan manusia sebagai makhluk yang terhormat dan mulia, sehingga perlindungan dan penghormatan terhadapnya merupakan sebuah tuntutan. Maka dari itu, Allah menganugerahkan hak kepada setiap manusia yang pada dasarnya bersifat kodrati. Hak-hak tersebut bersifat permanen dan tidak dapat diubah atau dimodifikasi.
- Keterkaitan Deklarasi Hak Asais Manusia dalam perspektif Keagamaan
Whereas human beings led to affirm that there is more to life than life itself by inspiration both human and divine;
Whereas the Universal Declaration of Human Rights, as adopted by the General Assembly of the United Nations on December 10, 1948 bases itself on the former;
Whereas many exclusion of the world’s religions as positive resources for human rights is obnoxious to the evidence of daily life;
Whereas the various communities constituting the peoples of the world must exchange not only ideas but also ideals;
Whereas religions ideally urge human beings to live in a just society and not just in any society;
Whereas one must not idealize the actual but strive to realize the ideal;
Whereas not to compensate victims of imperialism, racism, casteism, and sexism is itself imperialist, racist, casteist, and sexist;
Whereas rights are independent of duties in their protection but integrally related to them in conception and execution;
Whereas human rights are intended to secure peace, freedom, equality, and justice – and to mitigate departures there fore – when these come in conflict or the rights themselves.
Demikianlah isi dari deklarasi hak asasi manusia yang telah dituliskan, dan inilah pokok pembahasan yang akan dibicarakan untuk mengangkat isu-isu HAM dalam perspektif keagamaan. Kita ketahui bahwa HAM merupakan isu yang sudah begitu kerap dibicarakan, HAM dinilai sebagai suatu poin penting kemanusiaan yang karenanyalah manusia menjadi satu-satunya makhluk yang memiliki peran dominasi di dunia ini.
Agama merupakan salah satu poin penting yang patut dibicarakan dalam pembahasan HAM. Hal ini terjadi dikarenakan adanya peran superior dan inferioritas agama terhadap manusia itu sendiri. HAM merupakan suatu kebebasan yang telah melekat pada diri seseorang bahkan sejak kelahirannya, maka HAM itu sendiri muncul sejak keberadaan manusia pertama kali di muka bumi. Seiring dengan adanya HAM yang menempel dalam diri manusia ini, masih ada pula poin penting lain yang datang berbarengan dengan kemunculan manusia, yakni agama. Moralitas sebagai satu ciri khas yang dimiliki manusia dibanding makhluk lainnya, dinilai sebagai produk keduanya (HAM dan agama).
Sering kali HAM dan agama terletak dalam posisi yang saling bertolak belakang dalam kehidupan manusia. Fanomena ini terjadi dikarenakan adanya interpretasi akal manusia yang begitu terbatas dalam memahami keduanya. Agama dinilai sebagai aturan yang begitu mengikat, sedangkan, di sisi yang berlawanan, HAM dipandang sebagai sesuatu yang membebaskan diri manusia. Tetapi jika kita perhatikan secara seksama, keduanya tidak akan dapat dipisahkan, karena betapapun bebasnya seseorang, dirinya akan senantiasa membutuhkan suatu aturan untuk mengikatnya demi menjaga hak manusia lainnya. Maka, peran agama di sini adalah untuk menjaga harmonisasi hak asasi antar individu, dan hal inilah yang kerap kita sebut dengan baik – buruk.
- HAM vs Agama (Abrahamic Faith)
Abrahamic faith dinilai sebagai ajaran terpopuler dalam dunia agama dan kepercayaan; tauhid, kenabian, wahyu, dan hari akhir merupakan ciri-ciri penting yang ada di dalamnya dan tidak terdapat dalam agama lainnya. Bahkan hingga saat ini ia masih mendominasi jumlah pemeluk agama dan kepercayaan dunia, serta yang paling besar memberikan kontribusi atas kemajuan tatanan sosial kemanusiaan di muka bumi. Namun, meskipun berasal dari sumber yang sama, ketiga agama Abrahamic tersebut memiliki interpretasi yang berbeda terkait permasalahan HAM ini.
Judaism sebagai sistem kepercayaan pertama warisan Ibrahim, adalah agama yang paling ekstrim dalam menanggapi poin-poin persamaan dalam HAM. Tuntunan ajaran agama mereka yang mengisyaratkan rasial bangsa Israel, dan yang paling utama dari agama ini adalah ajaran tentang bangsa dan wilayah. Sebagai suatu bangsa yang mengakui suatu daerah sebagai tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka. Mentalitas mereka yang dahulunya dikatakan sebagai budak Negeri Mesir yang akhirnya diturunkan Musa untuk menyelamatkan mereka serta sebuah wilayah yang subur, menjadi poin penting kesepakatan HAM antar umat beragama. Dengan adanya sistem tersebut, maka gugurlah poin-poin deklarasi HAM di atas bagi agama ini.
Demikian pula dengan Christianity dan Islam, walau dinilai tidak sekeras Judaisme, keduanya juga memiliki berbagai ajaran yang berlawanan dengan isi deklarasi HAM di atas. Christianity yang memberikan pengampunan dosa bagi yang memiliki kekayaan, sedangkan sang miskin tentu saja tidak akan memiliki derajat yang sama kecuali sang miskin mampu memberikan sejumlah uang untuk melakukan hal yang sama. Sedangkan dalam Islam, syari’at dinilai sebagai poin penting yang juga bertentangan dengan poin-poin di atas. Syari’at atau hukum yang ada pada ketiga agama inilah yang menjadi satu poin besar perbedaan yang pada akhirnya berujung pada eksklusifisme dan inklusifisme, dan tentu saja paham tersebut bertentangan dengan poin-poin di atas.
- Islam dan HAM
Islam begitu menghargai HAM, bahkan hal ini tertulis dalam beberapa wahyu dalam Al Qur’an. Namun, kesalahan pemahaman dalam menyikapi syari’at yang tertulis di dalamnya, menjadikan Islam sebagai agama Rahmat bagi Seluruh Alam kehilangan predikat tersebut di hadapan HAM. Kesalahan terbesar yang terjadi dalam dunia Islam dalam menanggapi isu-isu HAM terletak dalam kesalah-pahaman dalam mengartikan tuntunan-tuntunan syari’at dalam Islam. Kesalahan terbesar para ulama muslim terletak pada penanaman doktrin “bahwa hanya ada satu kebenaran syari’at” dan “karena hanya ada satu syari’at yang benar, maka seluruh kaum muslim harus mematuhinya.” Demikian Bassam Tibi menyatakan dua poin besar ini, yakni:
There is no single body of law that constitutes Islamic shari’a. Rather, shari’a refers to various interpretations of Islamic scripture. That is why shari’a can be used to serve modern as well as traditional ends, or to justify the actions of oppressive regimes as well as those of the opposition. There simply is no common understanding of Islamic shari’a, particularly with respect to human rights.
Dari ungkapan Bassam Tibi di atas, dapat kita lihat bahwa hukum-hukum Islam tidak hanya terbentuk dari satu sumber belaka, melainkan ada banyak aspek yang membentuknya. Oleh sebab itu, kita juga dapat memberikan respon yang baik terkait dengan isu-isu HAM di era modern ini, sebagaimana pada masa kejayaan Islam pada masa lalu, yang mana Islam dapat diterima hampir di seluruh wilayah dan suku bangsa. Kita dapat melihat realitas sejarah yang menyatakan Islam menggunakan sinkronisasi budaya pada masa awal mula masuknya Islam di Indonesia. Jika hal tersebut dapat dilakukan, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama saat ini?
Permasalahan HAM dalam Islam sebenarnya sangat sedikit sekali terjadi, hanya saja dalam hal pernikahan antar agama. Islam sepertinya ingin memberikan penolakan yang keras jika saja pemeluknya menikahi orang selain agama, padahal Islam dapat mentolerir kehidupan antar beragama dalam satu lingkungan. Agaknya Islam menginginkan ketetapan keyakinan dalam diri pemeluknya, karena ketetapan keyakinan adalah satu bentuk konsekuensi moral. HAM dapat saja dikatakan sebagai suatu bentuk kebebasan, tetapi seperti yang kita bicarakan di awal pembicaraan yakni kebebasan yang bertanggung jawab.
Dalam Islam kehidupan ini dibentuk dari dua sistem moral, manusia dengan Tuhannya dan manusia dengan lingkungan dan sesama. Antara satu dan yang lain sangat erat kaitannya, hanya saja hubungan antara manusia dengan Tuhan adalah satu puncak yang menjadi pusat sistem moral lainnya, artinya hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan ke-Tuhan-an harus senantiasa diutamakan. Dan tidak dapat dibenarkan jika manusia mengorbankan hal ini, bahkan demi HAM sekalipun.
Islam memandang HAM sebagai konsep yang bersumber dari Allah SWT. Dalam Islam, menjaga HAM adalah kewajiban bagi setiap muslim yang percaya kepada Allah. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam memandang konsep hak asasi manusia sebagai suatu kewajiban agama yang harus dilaksanakan, sedangkan Barat memandang konsep tersebut hanya sebagai hak semata.
KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, sekiranya dapat ditarik sedikit pandangan umum, bahwasanya, hak asasi manusia memang adalah sesuatu yang secara alamiah diberikan Tuhan terhadap setiap individu manusia, yang pada kelanjutannya, hak tersebut haruslah terus dilestarikan. Meskipun, sejarah dan kehidupan tidaklah selalu mendukung pelestarian hak asasi mansuia tersebut, bagaimanapun juga, hendaknya setiap manusia memandang akan adanya hak asasi tersebut dalam setiap keputusan dan perilakunya.
Meskipun pada awal kemunculannya hak asasi manusia hanya memfokuskan pada permasalahan di wilayah politik saja, namun, seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, fokusnya pun turut berkembang merambah ke wilayah Sosial, Ekonomi, Politik, Pendidikan dan lain-lain.
Berkaitan dengan pandangan dan respon Islam terhadap HAM, meskipun terjadi banyak kerancuan di dalamnya, bagaimanapun juga, Islam memandang HAM sebagai suatu konsep yang bersumber dari Allah SWT. Dalam Islam, menjaga HAM adalah kewajiban bagi setiap muslim yang percaya kepada Allah. Namun demikian, Islam juga memandang konsep hak asasi manusia sebagai suatu kewajiban agama yang harus dilaksanakan. Maka dari itu, keseimbangan adalah kuncinya.
DAFTAR PUSTAKA
Cassesse, Antonio. Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta: 1994.
http://one.indoskripsi.com
http://www.Organisasi.Org Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia
Runzo, Joseph. Nancy M. Martin, and Arvind Sharma (editors). Human Rights and
Responsibilities in The World Religions. Oneworld Publications. England: 2003.